03221 2200253 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059020001800100082001200118084001800130100001100148245007300159250002000232260003400252300005200286650001000338650001500348700001900363520253300382990002602915990002602941INLIS00000000001104120240325024952 a0010-0324000002ta240325 g 0 ind  a9786024252731 a340.072 a340.072 SUT m0 aSuteki1 aMetodologi Penelitian Hukum :bFilsafat, teori dan praktek /cSuteki aEd.1, Cet. ke-4 aDepok :bRajawali Pers,c2022 a407 halaman :bIlustrasi ;c23 cmeHal. 383-391 4aHukum 4aPenelitian0 aGalang Taufani aPenelitian hukum sebagimana penelitian yang lain, diselenggarakan karena adanya problem (permasalahan). No Problem, No Research. No Research, No Science. No Science, No Development. Mengingat pentingnya penelitian dalam pengembangan sebuah ilmu, maka ilmuwan hukum, khususnya para mahasiswa hukum harus menguasai metode penelitian hukum yang bersandar pada aspek filosofis, baik pada tataran tradisi maupun paradigma, serta teori dalam hukum seiring dengan perkembangan ilmu hukum. Perkembangan ilmu hukum tidak dapat dilepaskan dari perkembangan objek kajiannya, yakni hukum itu sendiri. Objek kajian berupa hukum tersebut tidak dapat dilepaskan pula dari perkembangan struktur sosial di mana hukum itu berada dan dibentuk. Objek kajian yang berkembang menuntut adanya perubahan cara pencarian kebenaran, cara berhukum sekaligus cara penelaahannya, sehingga pergeseran metodologi merupakan sebuah keniscayaan. Semula pada Ilmu Hukum Klasik, kita mengenal metode filosofis-normatif (Plato) yang dihadapkan pada metode yang empiris (Aristoteles). Dalam Ilmu Hukum Modern, setelah hukum mengalami positivisasi dalam bentuk perundang-udangan yang digunakan oleh negara-negara modern, hukum lebih condong didominasi dengan pendekatan normatif-legistis (Hans Kelsen, John Austin). Kendatipun pendekatan normatif-legistis tetap mendominasi, namun telah muncul pendekatan baru yang menggugatnya yakni pendekatan yang bukan hanya melihat aspek hukumnya (legal research) namun juga aspek socio-nya (socio research), yang kemudian dikenal dengan pendekatan socio-legal. Memasuki era Ilmu Hukum Posmodern, tampaknya pendekatan socio-legal pada beberapa kebutuhan, tidak lagi mencukupi karena hanya memerhatikan state law dan living law yang sering kali juga menunjukkan praktik dehumanisasi. Untuk menghadirkan keadilan substantif, dibutuhkan pertimbangan aspek hukum lain yakni natural law (berisi moral, ethic and religion) sehingga muncullah pendekatan keempat dalam ilmu hukum yang oleh Werner Menski disebut Legal Pluralism Approach. Pendekatan ini dinilai lebih memerhatikan pula aspek mistis, metafisis kemanusiaan dalam cara berhukum. Memang disadari bahwa dalam ilmu pengetahuan, termasuk ilmu hukum tidak ditemukan jenis metode yang paling sempurna, sehingga mampu menjawab semua permasalahan. Semua metode dan termasuk pendekatannya sangat bergantung dengan problem apa yang tengah diusung. Namun, di mana pun berada sejatinya pencarian keadilan substantif seharusnya didasarkan pada pendekatan yang holistik terhadap hukum. a27334/MKRI-P/XII/2023 a27335/MKRI-P/XII/2023