02001 2200277 4500001002100000005001500021035002000036008004100056020002000097041000800117082001100125084001700136100002100153245005500174250000900229260003000238300003200268520126300300650001801563650001901581700001901600990002601619990002601645990002601671990002601697INLIS00000000000687220221102021309 a0010-0520006872221102 | | ind  a978-979-061-003 aind a343.04 a343.04 WIR h0 aWirawan B. Ilyas1 aHukum Pajak /cWirawan B. Ilyas dan Richard Burton aed.4 aJakarta :bKencana,c2008 a1 jil., 320p.; 24cm ;c24cm aPada dasarnya tidak ada seorang pun yang mau atau rela membayar pajak, apalagi atas pajak yang sudah dibayarkan tidak mendapatkan imbalan yang langsung akan dirasakan. Oleh karenanya, agar pajak dapat dibayar sekalipun hasilnya tidak dapat dirasakan secara langsung, mau tidak mau sifat pungutannya harus dipaksakan agar penerimaan pajak dapat terkumpul. Sifat memaksa yang demikian tentu harus berlandaskan undang-undang, agar tidak terjadi perbuatan memaksa menurut keinginan pemerintah atau petugas pajak semata. Tampaknya pengertian pajak demikian mulai ditegaskan kembali dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan, yang mulai berlaku per 1 Januari 2008. Pemahaman dasar pentingnya pajak untuk kemaslahatan hidup manusia perlu dipahami oleh setiap orang, terlebih pemahaman dari sisi aspek hukum yang tidak dapat dilepaskan dalam konteks pengenaan pajak yang bersifat memaksa tersebut. Persoalan pajak yang sering kali terjadi, khususnya soal pemeriksaan pajak sampai timbulnya utang pajak, membuat wajib pajak sering tidak memahami bagaimana jalur hukum yang harus dilakukan untuk menyelesaikannya.Demikian pula ketika terjadi persoalan tindak pidana pajak, kiranya perlu diketahui bagaimana aspek hukumnya. 4a1. Perpajakan 4a2. Hukum Pajak0 aRichard Burton a08477/MKRI-P/XII-2008 a08476/MKRI-P/XII-2008 a08476/MKRI-P/XII-2008 a08477/MKRI-P/XII-2008