02794 2200241 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059020002200100082001100122084001700133100002700150245016100177250001800338260003400356300002700390650002200417650002400439520203700463990002602500990002602526INLIS00000000001030820221029105713 a0010-0122000042ta221029 g 0 ind  a978-623-231-111-4 a341.48 a341.48 LUT h0 aLuthfi Widagdo Eddyono1 aHak Asasi Manusia dan Hukum Internasional di Indonesia :bKonvensi Anti-Penyiksaan, Mahkamah Konstitusi, dan Dinamika Penerapannya /cLuthfi Widagdo Eddyono aEd. 1, Cet. 1 aDepok :bRajawali Pers,c2019 axiv, 171 hlm. ;c23 cm 4aHak asasi manusia 4aHukum internasional aSetiap 26 Juni diperingati sebagai “International Day in Support of Torture Victims”. Penulisan buku ini dimaksudkan untuk mengingatkan kembali ada sebuah konvensi internasional yang sangat penting yang telah diterima secara global oleh hampir seluruh negara di dunia dan penerapannya perlu segera dilaksanakan pada level nasional di setiap negara. Konvensi Anti Penyiksaan atau yang dalam bahasa resminya adalah Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia atau yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment adalah sebuah instrumen hukum internasional yang bertujuan untuk mencegah penyiksaan terjadi di seluruh dunia. Buku ini juga memuat politik penerapan hukum internasional yang jelas terlihat dari adanya deklarasi dan reservasi dalam ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan oleh Indonesia serta dinamika hukum hak asasi manusia. Relasi hukum tata negara dan hukum internasional juga turut dibahas mengingat Mahkamah Konstitusi telah mencoba menjawab hal tersebut, yaitu melalui dua putusannya. Pertama, Putusan Nomor 33/PUU-IX/2011 menyangkut Pengujian Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the Association of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) (UU 38/2008) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, Putusan Nomor 13/ PUU-XVI/2018 yang merupakan Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ke depannya keberadaan Mahkamah Konstitusi pasca reformasi konstitusi 1999-2002 berpotensi menegakkan konvensi ini dengan menggunakannya sebagai referensi hukum internasional, demikian juga dengan konvensi internasional lainnya dapat menjadi bahan hukum bagi Mahkamah Konstitusi karena pada prinsip konvensi internasional merupakan trend hukum global. a26677/MKRI-P/XII-2021 a26677/MKRI-P/XII-2021