01802 2200205 4500001002100000005001500021008004100036020001400077035001900091041000800110082001400118084001800132100008200150245015500232260004000387300002800427520109300455650002401548650002401572INLIS00000000000030220200508200846200508||||||||| | ||| |||| ||ind|| a212922011 0010-0520000302 aind0 a346.04675 a346.04675/ANA0 aTim Peneliti Pusat Pengkajian Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya00aAnalisis implikasi normatif putusan Mahkamah Konstitusi tentang kehutanan berbasis metode interpretasi Hakim dalam memutus perkara: laporan penelitian aMalangbUniversitas Brawijayac2006 a115 hlm. ; 30 cmc30 cm aPutusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan Hak Uji Materiil dan formiil atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 secara ekologis membuat kekhawatiran aktivis-aktivis lingkungan hidup akan kelestarian hutan lindung. Putusan ini berada pada wilayah perdebatan apakah kepastian hukum yang harus lebih ditonjolkan dengan tetap diperbolehkannya operator pertambangan yang beroperasi berdasarkan perjanjian yang dibuat sebelum berlakunya UU No. 41 Tahun 1999 sebagai hukum yang tidak berlaku surut atau apakah menonjolkan kepentingan lingkungan yang sudah dirasakan sangat mendesak untuk diselamatkan sehingga dapat melanggar asas-asas hukum untuk penyelamatannya. Dalam konteks ini sangat penting dikaji implikasi normatif dari putusan tersebut dengan memulai dari metode interpretasi hakim yang digunakan hingga implikasinya terhadap kaidah pembentukan perpu, aspek HAM dan aspek hukum perjanjian. 0aHutan dan kehutanan 0aKebijakan kehutanan