03161 2200181 4500001002100000005001500021008004100036020001500077035001900092041000800111082001100119084001700130100002600147245008800173260004100261300003300302520264400335INLIS00000000000912620200508204649200508||||||||| | ||| |||| ||ind|| a8900210016 0010-0520009126 aind0 a342.02 a342.02/SUB/p0 aValina Singka Subekti00aProses perubahan UUD 1945 di MPR RI 1999-2002 dalam transisi demokrasi di Indonesia aJakartabUniversitas Indonesiac2006 aviii, 399 hlm.; 27 cmc27 cm aDisertasi ini membahas dinamika politik proses perubahan UUD 1945 di MPR 1999-2002 pada masa transisi demokrasi, terhadap lima isu utama, yaitu: 1) dasar negara dan agama, 2) DPR, 3) DPD, 4) MPR dan 5) sistem pemilihan Presiden langsung. Tujuan penelitian, pertama, melihat bagaimana pandangan dan sikap fraksi-fraksi di PAH BP MPR terhadap lima isu tersebut, dan bagaimana perdebatan itu berlangsung. Kedua, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan dan sikap fraksi. Apakah dipengaruhi oleh latar belakang sejarah ideologis partai, atau oleh latar belakang kepentingan partai. Ketiga, menjelaskan dan menganalisis perkembangan ilmu politik melalui studi proses perubahan UUD 1945. Metode penelitian adalah kualitatif. Posisi peneliti sebagai participant-observer, mempengaruhi otentisitas penelitian. Pendekatan struktural dan kultural digunakan untuk memperoleh refleksi mendalam atas fenomena yang diteliti. Teori transisi demokrasi digunakan untuk menjelaskan setting politik perubahan UUD 1945. Teori elite oleh Robert Michell, teori aliran politik oleh Geertz dan Feith, dan teori konflik oleh Maurice Duverger dan Maswadi Rauf untuk menjelaskan proses dan dinamika interaksi politik fraksi-fraksi di MPR. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, peran elite fraksi di PAH BP MPR dan DPP partainya sangat besar juga masyarakat sipil dalam mempengaruhi proses perubahan UUD 1945. Kedua, fraksi-fraksi bersikap bahwa Pancasila sebagai dasar negara sudah final sehingga yang diperdebatkan bukan substansi Pancasila, tetapi masalah penempatannya saja. Ketiga, dalam masalah agama (Pasal 29) masih nampak warna aliran mempengaruhi secara terbatas pandangan dan sikap fraksi. Aliran disini berbeda wujudnya dari aliran politik yang menjadi mainstream utama politik Indonesia masa lalu. Aliran lebih bermakna sebagai identitas politik partai. Keempat, pada lima isu yang dibahas, posisi fraksi-fraksi bergerak antara reformis moderat dan reformasi progresif, berlainan dengan temuan Blair mengenai dikotomi konservatif-progresif dalam pengelompokkan fraksi-fraksi di PAH BP MPR. Implikasi teoritis memperlihatkan adanya perubahan dan kontinuitas dalam aliran politik di Indonesia. Aliran politik tidak dapat lagi seutuhnya dilihat seperti yang dimaksudkan Geertz maupun Feith. Aliran politik dewasa ini lebih digunakan sebagai alat identitas politik partai. Fenomena perubahan ideologi di tingkat global dan menguatnya pragmatisme di kalangan umat Islam akibat proses deideologisasi dan modernisasi ekonomi selama orde baru telah memunculkan masyarakat Islam yang lebih mengutamakan Islam kultural daripada Islam sebagai ideologi.