Cite This        Tampung        Export Record
Judul Menerobos Jalan Buntu: Kajian Terhadap Sistem Peradilan Militer di Indonesia / Kontras
Pengarang Menerobos Jalan Buntu: Kajian Terhadap Sistem Peradilan Militer di Indonesia
Kontras
Penerbitan Jakarta : Kontras, 2009
Deskripsi Fisik viii, 268 hlm.; 21 cm ;21 cm
ISBN 9789791861854
Subjek Human Rights
Abstrak Mekanisme peradilan militer yang berlaku hingga saat ini dianggap bermasalah karena tidak mencerminkan prinsip fair trial dan independensi peradilan. Namun, kemajuan juga terjadi dengan lahirnya UU No. 34 tahun 2004 yang menegaskan adanya pemisahan jurisdiksi pidana militer dengan pidana umum yang dilakukan oleh seorang anggota TNI, dimana prosesnya harus ditangani oleh pengadilan militer dan melalui mekanisme pengadilan (sipil) umum. Ketentuan tata pembenahan institusi peradilan militer ini dianggap penting sebagai upaya untuk memperkuat akuntabilitas institusi TNI, khususnya menyangkut tindak pelanggaran HAM yang dilakukan anggotanya. Atas temuan ketimpangan pada UU No 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer terhadap prinsip-prinsip HAM maka UU tersebut harus segera direvisi. Revisi harus menitikberatkan pada pemberlakuan peradilan militer yang harus berdasarkan pada delik pelanggaran internal kemiliteran. Sedangkan kejahatan yang merupakan kejahatan umum termasuk kejahatan perang harus diadili di Pengadilan Umum, termasuk pengadilan korupsi dan pengadilan HAM. Intinya harus disesuaikan dengan deliknya. Dengan kata lalin peradilan militer tidak boleh menghalangi bekerjanya jurisdiksi pengadilan lain. Untuk itu perlu dilakukan kategorisasi bentuk pelanggaran internal kemiliteran. Jika ada benturan jurisdiksi, maka pengadilan militer harus mendahulukan mekanisme peradilan HAM untuk berjalan terlebih dahulu. Keputusan dan barang bukti dari pengadilan HAM bisa digunakan atau dilengkapi dengan proses peradilan militer untuk melakukan penghukuman tindakan indisiplinernya. Konsekwensi dari usulan diatas maka peradilan militer hanya untuk lingkup internal dan keberadaannya di bawah institusi TNI.
Bahasa Indonesia
Bentuk Karya Tidak ada kode yang sesuai
Target Pembaca Tidak ada kode yang sesuai

 
No Barcode No. Panggil Akses Lokasi Ketersediaan
00000016534 343.0143 MEN Dapat dipinjam Perpustakaan Lantai 3 - Mahkamah Konstitusi RI Tersedia
pesan
Tag Ind1 Ind2 Isi
001 INLIS000000000008377
005 20221102022827
008 221102################|##########|#ind##
020 # # $a 9789791861854
035 # # $a 0010-0520008377
041 $a ind
082 # # $a 343.0143
084 # # $a 343.0143 MEN
100 0 # $a Menerobos Jalan Buntu: Kajian Terhadap Sistem Peradilan Militer di Indonesia
245 1 # $a Menerobos Jalan Buntu: Kajian Terhadap Sistem Peradilan Militer di Indonesia /$c Kontras
260 # # $a Jakarta :$b Kontras,$c 2009
300 # # $a viii, 268 hlm.; 21 cm ; $c 21 cm
520 # # $a Mekanisme peradilan militer yang berlaku hingga saat ini dianggap bermasalah karena tidak mencerminkan prinsip fair trial dan independensi peradilan. Namun, kemajuan juga terjadi dengan lahirnya UU No. 34 tahun 2004 yang menegaskan adanya pemisahan jurisdiksi pidana militer dengan pidana umum yang dilakukan oleh seorang anggota TNI, dimana prosesnya harus ditangani oleh pengadilan militer dan melalui mekanisme pengadilan (sipil) umum. Ketentuan tata pembenahan institusi peradilan militer ini dianggap penting sebagai upaya untuk memperkuat akuntabilitas institusi TNI, khususnya menyangkut tindak pelanggaran HAM yang dilakukan anggotanya. Atas temuan ketimpangan pada UU No 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer terhadap prinsip-prinsip HAM maka UU tersebut harus segera direvisi. Revisi harus menitikberatkan pada pemberlakuan peradilan militer yang harus berdasarkan pada delik pelanggaran internal kemiliteran. Sedangkan kejahatan yang merupakan kejahatan umum termasuk kejahatan perang harus diadili di Pengadilan Umum, termasuk pengadilan korupsi dan pengadilan HAM. Intinya harus disesuaikan dengan deliknya. Dengan kata lalin peradilan militer tidak boleh menghalangi bekerjanya jurisdiksi pengadilan lain. Untuk itu perlu dilakukan kategorisasi bentuk pelanggaran internal kemiliteran. Jika ada benturan jurisdiksi, maka pengadilan militer harus mendahulukan mekanisme peradilan HAM untuk berjalan terlebih dahulu. Keputusan dan barang bukti dari pengadilan HAM bisa digunakan atau dilengkapi dengan proses peradilan militer untuk melakukan penghukuman tindakan indisiplinernya. Konsekwensi dari usulan diatas maka peradilan militer hanya untuk lingkup internal dan keberadaannya di bawah institusi TNI.
650 4 $a Human Rights
710 0 # $a Kontras
990 # # $a 16534/MKRI-P/IV-2010
990 # # $a 16534/MKRI-P/IV-2010
Content Unduh katalog