Cite This        Tampung        Export Record
Judul Studi hukum konstitusi tentang hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut menurut Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Disertasi)
Pengarang Andi Irmanputra A. Sidin
Penerbitan Makassar pustaka yassir 2007
Deskripsi Fisik xiii, 492 hlm.; 29 cm29 cm
ISBN 9786028342017
Subjek Retroactive laws
Rule of law
Judicial process
Abstrak Penelitian ini bertujuan menemukan hakikat konstitusi sebagai hukum tertinggi melalui penemuan jawaban akan relasi: 1) penanganan peristiwa bom Bali 2002; 2) pelaksanaan kewenangan KPK; 3) Pengadilan HAM Ad Hoc dengan hak untuk tidak dituntut atas hukum berlaku surut yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945). Penelitian ini adalah penelitian normative/doktrinal dengan studi kepustakaan yang objek penelitiannya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi perkara 013/PUU-I/2003; 069/PUU-II-2004; dan 065/PUU-II-2004. Penelitian ini mengkaji bahan hukum primer, sekunder hingga tersier. Pengolahan bahan-bahan hukum dengan pendekatan kasus (case approach) atau "reasoning by example from case to case", perundang-undangan (statute approach), konsep (conceptual approach), historis (histories approach), filsafat (philosophical approach) dan analitis (analytical approach) baik secara teks, konteks maupun kontekstualisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konstitusi sebagai hukum tertinggi bukan sebatas bingkai hirarki peraturan perundang-undangan domestik atau hasil untaian tutur politik yang ditulis oleh MPR yang kemudian dibaca dengan spirit daulat negara beraroma heroik. Hakikat ketertinggian konstitusi terletak pada batin, jiwa atau sukma konstitusi bahwa konstitusi itu inklusif, hidup dengan oksigen kemanusiaan yang semakin mengglobal bahkan terkadang menembus langit dan bumi guna mendengar firman-firman samawi. Membaca "hak untuk tidak dituntut atas hukum berlaku surut" tidak sebatas "hukum" sebagai undang-undang (nasional) namun termasuk hukum yang lintas kedaulatan. Hak ini berada dalam lingkup hukum pidana materil dan bersifat mutlak dengan pebegasan tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun sehingga tidak dapat dikecualikan atau dikesampingkan. Oleh karenanya peristiwa bom Bali 2002, bukanlah kejahatan yang baru setelah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 diundangkan hanya karena menggunakan istilah "terorisme", eksistensi Pengadilan HAM Ad Hoc dan pelaksanaan kewenangan KPK yang merupakan wilayah hukum formil serta kejahatan yang menjadi jurisdiksinya juga bukanlah kejahatan yang baru setelah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002diundangkan sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945.
Catatan p. 468-492
Bahasa Indonesia
Bentuk Karya Tidak ada kode yang sesuai
Target Pembaca Tidak ada kode yang sesuai

 
No Barcode No. Panggil Akses Lokasi Ketersediaan
00000022920 340.11/SID/s Dapat dipinjam Perpustakaan Lantai 3 - Mahkamah Konstitusi RI Tersedia
pesan
Tag Ind1 Ind2 Isi
001 INLIS000000000009129
005 20200508204650
008 200508||||||||| | ||| |||| ||ind||
020 $a 9786028342017
035 0010-0520009129
041 $a ind
082 0 $a 340.11
084 $a 340.11/SID/s
100 0 $a Andi Irmanputra A. Sidin
245 0 0 $a Studi hukum konstitusi tentang hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut menurut Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Disertasi)
260 $a Makassar $b pustaka yassir $c 2007
300 $a xiii, 492 hlm.; 29 cm$c 29 cm
504 $a p. 468-492
520 $a Penelitian ini bertujuan menemukan hakikat konstitusi sebagai hukum tertinggi melalui penemuan jawaban akan relasi: 1) penanganan peristiwa bom Bali 2002; 2) pelaksanaan kewenangan KPK; 3) Pengadilan HAM Ad Hoc dengan hak untuk tidak dituntut atas hukum berlaku surut yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945). Penelitian ini adalah penelitian normative/doktrinal dengan studi kepustakaan yang objek penelitiannya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi perkara 013/PUU-I/2003; 069/PUU-II-2004; dan 065/PUU-II-2004. Penelitian ini mengkaji bahan hukum primer, sekunder hingga tersier. Pengolahan bahan-bahan hukum dengan pendekatan kasus (case approach) atau "reasoning by example from case to case", perundang-undangan (statute approach), konsep (conceptual approach), historis (histories approach), filsafat (philosophical approach) dan analitis (analytical approach) baik secara teks, konteks maupun kontekstualisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konstitusi sebagai hukum tertinggi bukan sebatas bingkai hirarki peraturan perundang-undangan domestik atau hasil untaian tutur politik yang ditulis oleh MPR yang kemudian dibaca dengan spirit daulat negara beraroma heroik. Hakikat ketertinggian konstitusi terletak pada batin, jiwa atau sukma konstitusi bahwa konstitusi itu inklusif, hidup dengan oksigen kemanusiaan yang semakin mengglobal bahkan terkadang menembus langit dan bumi guna mendengar firman-firman samawi. Membaca "hak untuk tidak dituntut atas hukum berlaku surut" tidak sebatas "hukum" sebagai undang-undang (nasional) namun termasuk hukum yang lintas kedaulatan. Hak ini berada dalam lingkup hukum pidana materil dan bersifat mutlak dengan pebegasan tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun sehingga tidak dapat dikecualikan atau dikesampingkan. Oleh karenanya peristiwa bom Bali 2002, bukanlah kejahatan yang baru setelah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 diundangkan hanya karena menggunakan istilah "terorisme", eksistensi Pengadilan HAM Ad Hoc dan pelaksanaan kewenangan KPK yang merupakan wilayah hukum formil serta kejahatan yang menjadi jurisdiksinya juga bukanlah kejahatan yang baru setelah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002diundangkan sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945.
650 0 $a Judicial process
650 0 $a Retroactive laws
650 0 $a Rule of law
Content Unduh katalog